Setelah lebih dari dua tahun mengalami kekosongan kursi kepresidenan, Lebanon akhirnya memilih presiden baru pada akhir Januari 2025 dalam pemungutan suara bersejarah di parlemen. Terpilihnya Jihad Azour, ekonom berpengalaman dan mantan direktur regional Dana Moneter Internasional (IMF), menandai babak baru bagi negara yang tengah menghadapi krisis ekonomi, politik, dan sosial yang mendalam.
Pemilihan presiden ini mengakhiri kebuntuan politik yang telah melumpuhkan institusi negara sejak akhir masa jabatan Presiden Michel Aoun pada Oktober 2022. Selama dua tahun, Lebanon diperintah oleh pemerintah sementara yang terbatas wewenangnya, sementara parlemen gagal mencapai konsensus dalam lebih dari 12 putaran pemungutan suara.
Jalan Panjang Menuju Konsensus
Proses pemilihan presiden di Lebanon merupakan tantangan tersendiri karena sistem politik negara tersebut didasarkan pada perimbangan kekuasaan sektarian. Presiden harus berasal dari komunitas Kristen Maronit, sementara perdana menteri dari Sunni dan ketua parlemen dari Syiah.
Blok-blok politik besar, termasuk kubu Hizbullah dan oposisi sekuler, bersaing dalam dinamika kompleks yang melibatkan tekanan domestik dan pengaruh regional. Nama Jihad Azour akhirnya disetujui sebagai kandidat kompromi setelah negosiasi intensif antara berbagai partai politik, termasuk dukungan dari beberapa fraksi independen.
Pemungutan suara dilakukan dalam suasana ketat di parlemen Beirut, dengan 86 dari 128 anggota memberikan suara. Azour memenangkan suara mayoritas setelah dua putaran voting dan langsung disambut sorakan oleh beberapa anggota parlemen serta pendukung di luar gedung legislatif.
Tantangan di Depan Presiden Baru
Terpilihnya presiden baru hanya merupakan awal dari tantangan besar yang harus dihadapi Lebanon. Negara ini masih bergulat dengan krisis keuangan terburuk dalam sejarah modernnya, dengan lebih dari 80 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Mata uang lira Lebanon terus terdepresiasi, sementara sektor publik lumpuh dan layanan dasar seperti listrik serta air bersih tidak berjalan optimal.
Dalam pidato pertamanya sebagai presiden, Azour menegaskan komitmennya untuk melakukan reformasi ekonomi, memulihkan kepercayaan rakyat terhadap institusi negara, dan membuka jalur kembali kerja sama dengan lembaga keuangan internasional.
“Kita tidak memiliki waktu untuk merayakan. Waktu kita adalah untuk bekerja – untuk membangun kembali negara ini dari puing-puing ketidakstabilan dan ketidakpercayaan,” ujar Azour dengan nada tegas.
Reaksi Regional dan Internasional
Komunitas internasional menyambut baik pemilihan presiden baru di Lebanon. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan harapan bahwa ini menjadi awal dari stabilitas politik dan pemulihan ekonomi. Prancis dan AS juga memberikan ucapan selamat, sembari menekankan pentingnya pelaksanaan reformasi struktural dan pemberantasan korupsi.
Sementara itu, negara-negara regional seperti Arab Saudi dan Iran yang memiliki pengaruh besar dalam politik Lebanon, tampaknya mendukung langkah kompromi yang diambil parlemen.
Penutup
Setelah dua tahun vakum, terpilihnya presiden baru menjadi titik terang di tengah kelamnya krisis multidimensi yang menimpa Lebanon. Namun, masa depan negeri Cedars ini masih penuh tantangan. Kepemimpinan yang stabil dan berani melakukan reformasi akan menjadi kunci untuk menyelamatkan Lebanon dari kehancuran total dan mengembalikannya ke jalur pembangunan dan kedaulatan nasional.